Kamis, 04 Juni 2009

Masih Perlukah Ujian Nasional


Lagi hangat-hangatnya pemberitaan tentang 33 sekolah bahkan lebih yang peserta UN nya tidak lulus 100%, ironisnya diketahui pada saat hasil ujian nasional belum diumumkan, bahkan sudah diputuskan oleh BSNP notabene penyelenggara UN mereka harus mengikuti ujian ulang meski diundur karena tekanan dari berbagai pihak.

Sudah banyak diberitakan tentang kecurangan dalam pelaksanaan UN di berbagai media dari yang sengaja mengambil naskah soal, jawaban melalui HP, kerpek-an antara guru - siswa, antara siswa - guru dan konon (saya tidak yakin) siswa sudah menerima kunci jawaban sebelum naskah dibuka. Cerita semacam ini hampir setiap tahun kita dengar. Memang ada yang terbongkar tetapi tidak sedikit yang 'selamat' dalam kecurangan Padahal ujian itu adalah evaluasi menyeluruh baik sisi keilmuan, ketrampilan dan mental, dari sini bisa dipastikan apabila pelaksanaan ujian sebagaimana diceritakan diatas maka jelas siswa dapat dipastikan 'tidak lulus' dalam ujian mentalnya.

Mental amat sangat penting bagi proses kehidupan seseorang ke depan, mental yang rusak dapat dipastikan hidupnya akan rusak pula,bukankah Rasululloh saw diutus untuk menyempurnakan akhlak - liutammima makarimal akhlak.

Sejak kapan ujian mental siswa 'gagal'? kalau melihat sebagian pemimpin saat ini bertindak diluar tatanan moral maka dapat diduga bahwa sudah lama sebenarnya siswa gagal dalam ujian mentalnya, apakah berarti ada 'something wrong' dalam penyusunan kurikulum sekolah? mari kita bantu pemerintah dalam pelaksanaan pendidikan dengan melakukan pendidikan positif bagi anak-anak kita melalui rumah kita masing-masing, dengan pengetrapan pendidikan moral, akhlak, sopan santun dan unggah ungguh sekecil apapun di rumah dan dimasyartakat sekitar.

Jangan hanya menyerahkan segalanya kepada sekolah, ingat ! sekolah memiliki beban berat dapat proses pembelajaran dan pelaksanaan pendidikannya, 'sekolah gratis' tapi kenyataannya tidak mencukupi, tidak boleh mengadakan tarikan dana apapun kepada masyarakat/orang tua siswa, sementara sekolah sangat memerlukan dana operasional sekolah yang memadahi. Masyarakat terlanjur apriori dengan sekolah yang dianggap sering melakukan penyimpangan dan sebagainya.

Saya masih ingat almarhum Abah saya pernah berpesan kepada saya saat saya punya anak, 'Nak besuk kalau menyekolahkan anak yang ikhlas, danai dengan uang yang halal ya.. supaya menjadi anak yang sholeh berguna bagi agama, nusa dan bangsa terutama bagi masyarakat sekitarnya' pesan beliau.

Bagaimana dengan kondisi saat ini banyak orang tua siswa protes, gak mau membiayai anaknya sekolah, setiap ada keputusan sekolah selalu ditentang, dipertanyakan. Ataukah sekolah memang sering melakukan penyimpangan, mengada-ada biar mendapatkan dana atau siapa ya yang salah?? Sekolah menjual pakaian seragam, buku-buku pelajaran dll dengan maksud memudahkan siswa mendapatkan kebutuhannya, tapi terkadang harganya diluar pasar...ironis memang.

Kembali kepada pelanggaran ujian nasional yang hampir setiap tahun ada, saya kira sebaiknya Mendiknas/pemerintah mengoreksi ulang keputusannya agar ujian nasional hanya untuk mengukur kualitas pendidikan dan tidak menjadi penentu kelulusan, sehingga sekolah tenang, siswa tenang dan bisa mengembangkan keilmuannya dengan baik. Apalagi kurikulum yang dipakai saat ini adalah kurikulum KTSP yang menghendaki siswa memiliki konsep hidup, lifeskill dan pengembangan diri yang diharapankan bisa dipergunakan membangun masa depannya.

Mari kita merenung kembali untuk menemukan cara terbaik mengatasi benang kusut pendidikan ini agar mampu mengejar ketertinggalan kita dengan negara tetangga dalam arti yang sebenarnya bukan basa-basi dengan meningkatkan standar kelulusan setiap tahun tapi penuh rekayasa ketidak jujuran. Allhummashil umurona ya Allah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Template Design by faris vio