Sabtu, 15 Agustus 2009

INGIN MASUK SORGA????


Ingin masuk sorga?
Ingin menemani Nabi di Sorga?
Jawabnya:
* Santuni anak-anak yatim
* Kasihanilah anak-anak yatim
Untuk menyantuni anak yatim,
* tdk hrs memiliki harta yang berlimpah
* Cukup memungut anak yatim, memberi makan dengan makanan sehari-hari,
* memberi minum dengan minuman yang biasa diminumnya
* Mengasihi mereka , akan masuk sorga.

Sorga adalah derajat yang akan diraih orang2 yang menyantuni anak yatim.
Masuk sorga adalah kesuksesan paling tinggi yang diraih oleh org 2yang beriman.

Siapa anak yatim itu?
Anak yatim adalah
* anak yang dikejutkan kematian ayahnya sebelum merasakan manisnya kasih sayang.
* Anak yang kehilangan sosok yang mencarikan nafkah sebelum mereka mengerti apa itu pekerjaan.

Metode belajar yang benar Guru siswa sama-sama aktif


agusampurno 5:26 pm on Januari 7, 2008 Permalink Balas Tag: , , ,
Metode belajar aktif atau sekarang lumrah disebut sebagai metode PAKEM (pembelajaran kreatif, aktif dan menyenangkan) saat ini mulai dirasakan pentingnya dikalangan praktisi pendidik. Dikarenakan metode ini agaknya menjadi jawaban bagi suasana kelas yang kaku, membosankan, menakutkan, menjadi beban dan tidak membuat betah dan tidak menumbuhkan perasaan senang belajar bagi anak didik. Alih-alih membuat anak mau menjadi pembelajar sepanjang hayat yang terjadi malah kelas dan sekolah menjadi momok yang menakutkan bagi siswa.
Dulu saya pernah mendengar sebuah lelucon mengenai metode belajar aktif di sekolah dasar. Saya tidak ingat detailnya tetapi yang saya ingat dengan baik adalah dalam metode belajar aktif yang terjadi adalah guru bermalas-malasan, sedangkan yang aktif justru muridnya. Murid diminta untuk mencatat, menyalin dan dibebani banyak sekali pekerjaan rumah. Dengan demikian ada kesalahan dalam menerjemahkan pendekatan pembelajaran. Tidak mungkin tercapai nuansa PAKEM apabila siswa dalam hal ini malah terbebani sedangkan guru juga tidak tentu arah dalam melaksanakan dan merencanakan pembelajaran dikelas.
Cara belajar siswa aktif adalah merupakan tantangan selanjutnya bagi para pendidik. Sebab ruh dari KTSP yang diberlakukan sekarang ini adalah pembelajaran aktif. Dalam pembelajaran aktif baik guru dan siswa sama-sama menjadi mengambil peran yang penting.
Guru sebagai pihak yang;
merencanakan dan mendesain tahap skenario pembelajaran yang akan dilaksanakan di dalam kelas.
membuat strategi pembelajaran apa yang ingin dipakai (strategi yang umum dipakai adalah belajar dengan bekerja sama)
membayangkan interaksi apa yang mungkin akan terjadi antara guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung.
Mencari keunikan siswa, dalam hal ini berusaha mencari sisi cerdas dan modalitas belajar siswa dengan demikian sisi kuat dan sisi lemah siswa menjadi perhatian yang setara dan seimbang
Menilai siswa dengan cara yang tranparan dan adil dan harus merupakan penilaian kinerja serta proses dalam bentuk kognitif, afektif, dan skill (biasa disebut psikomotorik)
Melakukan macam-macam penilaian misalnya tes tertulis, performa (penampilan saat presentasi, debat dll) dan penugasan atau proyek
Membuat portfolio pekerjaan siswa.
Siswa menjadi pihak yang;
menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir
melakukan riset sederhana
mempelajari ide-ide serta konsep-konsep baru dan menantang.
memecahkan masalah (problem solving),
belajar mengatur waktu dengan baik,
melakukan kegiatan pembelajaran secara sendiri atau berkelompok (belajar menerima pendapat orang lain, siswa belajar menjadi team player)
mengaplikasikan hasil pembelajaran lewat tindakan atau action.
Melakukan interaksi sosial (melakukan wawancara, survey, terjun ke lapangan, mendengarkan guest speaker)
Banyak kegiatan yang dilakukan dengan berkelompok.

Tema HUT Kemerdekaan RI ke 64



Tema HUT Kemerdekaan RI ke 64 pada tahun 2009 ini adalah "Dengan Semangat Proklamasi 17 Agustus 1945, Kita Tingkatkan Kedewasaan Kehidupan Berpolitik dan Berdemokrasi serta Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional Menuju Indonesia yang Bersatu, Aman, Adil, Demokratis dan Sejahtera.” Tema ini dibuat mungkin saja berkaitan dengan pesta demokrasi yang baru saja berlangsung beberapa waktu yang lalu. Dalam bidang ekonomi mungkin terkait dengan krisis ekonomi yang menghantam berbagai negara besar yang ada di eropa dan amerika.
Kalau kita mau merenung sejenak dan bisa memahami makna dari tema yang diangkat pada HUT Kemerdekaan RI ke 64 ini jelas sekali mengajak kita untuk lebih membuat negara kita tercinta Indonesia menjadi lebih baik. Baik itu dalam bidang politik, ekonomi, keamanan dan juga berbagi bidang kehidupan yang lainnya. Jadi mari kita bersama-sama untuk stop dreaming start action untuk negara kita. Bersama sama mewujudkan impian kita agar hidup kita menjadi lebih jauh lebih baik lagi.
Kalau kita melihat dari sudut pandang politik kita diajak untuk lebih dewasa dalam menyikapi berbagai gejolak politik yang terjadi beberapa waktu lalu. Khususnya pada saat pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Bagi yang menang sebaiknya segera action untuk membenahi negeri ini. Sedangkan bagi yang kalah harus lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi walaupun hal itu menyakitkan bagi anda. Karena sebenarnya kalah atau menang bukan tujuan utama. Tetapi kemajuan bangsa ini jauh lebih penting.
Dari sudut pandang ekonomi dan keamanan, jelas sekali dengan bobolnya keamanan di Hotel JW Marriot dan Hotel Ritz Carlton membuat kedua hotel tersebut dihajar oleh Teroris jaringan Nurdin M. Top dengan bom bunuh diri. Hal ini jelas sekali berdampak untuk ekonomi bangsa ini. Dengan adanya peledakan Bom bunuh diri tersebut membuat Klub Setan Merah Manchester United langsung membatalkan pertandingannya di Jakarta dan meraka tidak jadi action di stadian Gelora Bung Karno melawan Tim Indonesia All Star. Hal ini menyebabkan panitia mengalami kerugian Miliaran Rupiah. Selain itu para Wisatwan Mancanegara pun banyak yang membatalkan kunjungannya ke Indonesia.
Oleh karena itu semua jadi marilah kita bersama-sama bergandengan tangan untuk bersatu. Bersama-sama pula untuk stop dreaming start action mewujudkan impian kita

Kamis, 13 Agustus 2009

Kultur Sekolah


KULTUR SEKOLAH
Hakikat pendidikan adalah mengubah budaya. Apa yang sering dilupakan banyak orang adalah bahwa sekolah-sekolah kita telah memiliki budaya sekolah (”school culture”) yaitu seperangkat nilai-nilai, kepercayaan, dan kebiasaan yang sudah mendarah daging dan menyejarah sejak negara ini merdeka. Tanpa keberanian mendobrak kebiasaan ini, apa pun model pendidikan dan peraturan yang diundangkan, akan sulit bagi kita untuk memperbaiki mutu pendidikan.
Perbaikan mutu sekolah perlu memahami kultur sekolah yang bersangkutan. Melalui pemahaman kultur sekolah, berfungsinya sekolah dapat dipahami, aneka permasalahan dapat diketahui, dan pengalaman-pengalamannya dapat direfleksikan. Oleh sebab itu dengan memahami ciri-ciri kultur sekolah akan dapat diusahan tindakan nyata untuk peningkatan kualitas sekolah.
Sekolah sebagai sebuah sistem memiliki tiga a spek pokok, yang erat kaitannya dengan kualitas sekolah (Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Depdikbud 1999: 10). Yakni, proses belajar mengajar, kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta kultur sekolah.
Program aksi untuk peningkatan kualitas sekolah secara konvensional senantiasa bertumpu pada peningkatan kualitas proses belajar mengajar (PBM), sedikit menyentuh aspek kepemimpinan dan manajemen dan kurang menyentuh aspek kultur sekolah. Pilihan tentu tidak salah, karena aspek itulah yang berkait dengan prestasi siswa. Namun bukti menunjukkan yang dikemukakan Hanushek, sasaran peningkatan kualitas pada aspek PBM saja tidak cukup.
Berdasarkan pengertian kultur menurut Antropolog Clifford Geertz, kultur sekolah dideskripsikan sebagai pola nilai, norma, sikap hidup, ritual, dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan sekolah, sekaligus cara memandang persoalan dan memecahkannya. Ini bermakna, secara alami kultur akan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikut, dan sekolah didesain untuk memperlancar proses transmisi kultural antargenerasi.
Kultur dan prestasi
Di Amerikat, pengaruh kultur sekolah terhadap prestasi siswa telah dibuktikan melalui penelitian empiris. Kultur sekolah yang sehat berkorelasi tinggi dengan motivasi siswa untuk berprestasi, sikap dan motivasi serta produktivitas dan kepuasan kerja guru.
Ann Bradley dalam Hardly Working (1995), mengatakan hasil penelitian terhadap 1.000 siswa di New York City. Sekira 60% siswa menyatakan malas belajar karena guru yang tidak menarik dan tidak antusias dalam mengajar, serta tidak menguasai materi.
Sebagian besar responden menyatakan, sekolah tidak disiplin melaksanakan PBM, sekira 80% mau belajar keras kalau semua proses belajar berjalan secara tepat, sesuai jadwal. Sebagian siswa mengeluh karena guru sering melecehkan dan tidak memperlakukannya sebagai anak dewasa.
Temuan yang tidak kalah menarik, ternyata para siswa yakin dengan belajar sebagaimana saat ini saja mereka akan lulus mendapatkan ijazah. Dan ijazah merupakan sesuatu yang penting, tetapi tidak perlu diperlakukan sebagai simbol ilmu yang telah dikuasai.
Di negara kita belum banyak diungkap penelitian yang menyangkut kultur sekolah, kaitannya dengan prestasi siswa. Tetapi, mengingat sekolah sebagai suatu sistem di mana pun berada relatif sama, hasil penelitian di AS itu perlu mendapatkan perhatian, paling tidak dapat dijadikan jawaban hipotetis bagi persoalan pendidikan kita.
Meski begitu, kesahihan sebuah hasil penelitian tentu terpengaruh oleh pergerakan waktu, artinya kebenaran kemarin belum tentu benar untuk hari ini atau hari esok. Konsekuensinya, semua unsur harus meningkatkan kemampuan dan pengetahuan melalui kerja keras, antusiasme, dan disiplin tinggi. Kepala sekolah perlu berkolaborasi dengan semua komponen, termasuk orang tua.
Akhirnya, kultur sekolah akan terwujud jika semua komponen di sekolah menyadari, sekolah sebuah sistem organik atau sistem manusiawi, di mana hubungan kekerabatan antar individu yang terlibat merupakan kunci berlangsungnya sistem. Sejatinya, kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghargai dan menghormati tentu tak boleh diabaikan.

Minggu, 02 Agustus 2009

Cara mudah menjadi guru kreatif


(Refleksi Pelatihan Guru kreatif di Pangkalan Kerinci, Riau 3 Mei 2009)
Seorang guru di kelas saat bertugas membelajarkan siswa nya terkadang mempunyai berbagai macam kendala dan dilema. Keduanya bisa datang dari dalam guru itu pribadi, seperti masalah rumah tangga, keuangan sampai masalah pribadi atau datang dari sekolah tempat ia bekerja. Jika masalah datang dari sekolah tempat guru bekerja maka bisa ditebak masalah yang hadir antara lain, kurangnya sarana atau sumber belajar, teman kerja atau atasan yang tidak mendukung bahkan menjatuhkan, kurikulum yang terlalu banyak, siswa yang tidak ada motivasi belajarnya dan banyak masalah lain yang membuat guru tidak maksimal dalam mengajar.
Namun jika kita menggunakan kaca mata siswa dalam menilai proses belajar mengajar, maka akan kita dapatkan perspektif yang menarik. Buat mereka ternyata apa yang menjadi masalah buat guru bukan masalah buat mereka. Misalnya terlepas dari ketiadaan bahan atau alat belajar mengajar atau apapun masalah yang gurunya alami dan rasakan, siswa lebih memilih untuk melihat gurunya ramah dan membuat mereka merasa diterima. Berat sekali bukan?
Tantangan kita sebagai pendidik ternyata sangat berat tapi juga bisa menjadi sangat sederhana. Cukup menampilkan diri kita yang gampang tersenyum, peduli, perhatian, mau melontarkan lelucon sesekali dan yang penting menguasai bidang pengajaran kita maka cukuplah kita sebagai guru bagi siswa dan siswi kita. Dimata siswa kita adalah guru yang segalanya walaupun ada internet, games pembelajaran, sampai DVD pembelajaran sebagai alternatif sumber pengetahuan.
Kesimpulan itulah yang saya dapatkan saat menjadi fasilitator pelatihan menjadi guru kreatif di Pangkalan Kerinci Pelalawan Riau. Selama setengah hari saya bertemu dengan banyak guru hebat yang mengikuti pelatihan dengan penuh semangat dan dedikasi. Selama pelatihan berlangsung dengan cermat dan tekun saya mendengarkan mereka berpresentasi, berdiskusi, bermain, mengeluarkan ide-ide hebat sampai bersama menyanyi lagu yang membuat kita tambah bersemangat dalam berkarya dan berprofesi sebagai guru.
Para peserta yang datang sangat beragam dari guru SD, SMP, SMU, STM sampai konsultan pendidikan bahasa asing untuk karyawan. Kehadiran saya memang untuk berbagi sambil menyemangati memgenai apa yang dimaksud dengan menjadi guru kreatif, dan jalan apa yang ditempuh untuk mencapainya. Mengingat tidak mudahnya dan banyaknya hal yang merintangi. Tetapi dibalik itu semua dengan memilih untuk menjadi guru yang kreatif berarti kita dengan segala daya menempatkan siswa sebagai subyek pembelajaran, dan menggunakan kacamata atau perspektif mereka dalam melihat atau menilai seorang guru.
Lewat diskusi dan acara berbagi yang mengasyikkan akhirnya semua yang hadir dalam pelatihan menyetujui bahwa profil guru yang baik dan kreatif dalam perspektif siswa adalah;
Yang suka memberi inspirasi, dan tidak pernah membiarkan siswa mencapai dibawah hal yang semestinya bisa dan mampu dilakukannya
Membuat siswa merasa dirinya penting dan diterima.
Siswa merasa guru mengenalnya sebagai pribadi
Selalu ingin yang terbaik dari siswa
Punya selera humor
Menguasai bidang yang menjadi bidang pengajarannya dan selalu ingin meningkatkan pengetahuan mengenai hal yang menjadi mata pelajaran yang diembannya dan mengajarkannya dengan menarik.
Selalu mau mendorong siswa untuk mau menjawab diluar jawaban yang ada dibuku teks
Mengajarkan hal yang baru
Mendengarkan ide-ide siswa
Percaya diri
Seperti biasa disetiap pelatihan yang saya bawakan, banyak ide serta tips yang praktis yang bisa langsung dipraktekkan dikelas oleh guru-guru yang hadir. Dengan demikian sepulangnya dari pelatihan atau seminar, ada hal yang langsung bisa dipraktekkan bersama siswa dan guru pun menjadi lebih percaya diri dan yakin bahwa berubah menuju arah yang lebih baik tidak sulit yang dibayangkan.
Template Design by faris vio